KHOTBAH MINGGU 20 TRINITATIS, 13.10.2013
Jer.31:31-34
31 “Sesungguhnya, akan datang
waktunya,” demikianlah firman TUHAN, “Aku akan mengadakan perjanjian baru
dengan kaum Israel dan kaum Yehuda, 32 bukan seperti perjanjian yang telah
Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk
membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari,
meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka,” demikianlah firman TUHAN.
33 “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu
itu,” demikianlah firman TUHAN, “Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka
dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka
akan menjadi umat-Ku. 34 Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau
mengajar saudaranya dengan mengatakan, ‘Kenallah TUHAN!’ Sebab mereka semua,
besar kecil, akan mengenal Aku,” demikianlah firman TUHAN, “sebab Aku akan
mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka.”
--o0o--
Saudara-saudara,
Sidang Jemaat Kristus yang dika-sihi Allah!
Membaca atau mendengar
sepintas lalu pasal bacaan kita hari ini, saya percaya, siapapun di antara kita
pasti mafhum bahwa pikiran pokok yang terkandung di dalamnya adalah perjanjian.
Tepatnya, perjanjian baru. Istilah perjanjian itu sendiri dimunculkan hingga
empat kali. Dalam ay.31 sekali, ay.32 dua kali dan pada ay.33 satu kali. Perjanjian
sangat penting dan berharga dalam kehidupan manusia. Pada umumnya, perjanjian
itu difahami sebagai bentuk perikatan di antara para pihak. Di dalam sebuah
perjanjian, kedudukan para pihak adalah sama. Mereka bersama-sama merundingkannya,
bersama-sama membicarakan dan menetapkan aturan-aturan ataupun
syarat-syaratnya, dan jika semua pihak sudah sama-sama setuju, merekapun
bersama-sama menetapkan atau menandatanganinya. Perjanjian itu penting untuk
memperjelas hubungan atau relasi di antara para pihak yang berjanji dalam berbagai
konteks kehidupan.
Saudara-saudara!
Mengesankan sekali,
untuk mengatur dan memperjelas hubungan atau relasi di antara Allah dengan manusia
dalam rangka pelaksanaan rencana selamat Tuhan terhadap para pendosa,
dibutuhkan juga perjanjian. Hanya saja, perjanjian itu adalah milik Tuhan
sendiri. Ia tidak memanggil manusia itu terlebih dahulu serta mengajaknya untuk
duduk bersama-sama merundingkan detail perjanjian yang dimaksud, akan tetapi
Dia sendirilah yang membentuk dan menetapkannya lalu menyodorkannya kepada
manusia, dan manusia tinggal menerima saja serta menikmati berkat-berkat yang
terkandung dan dibagikan di dalam dan melalui perjanjianNya itu.
Pertama sekali,
Tuhan mengadakan perjanjian dengan Israel. Mereka dipanggil dan dikeluarkan
dari Mesir. Tiba di gunung Sinai, mereka diberi janji yang berbunyi, “Aku akan
menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umatKu.” Jadi, dengan pemberian
perjanjian itu menjadilah Israel bangsa Tuhan, sehingga mereka boleh hidup di
dalam hubungan dan persekutuan dengan Dia, serta memperoleh berkat dan
karuniaNya. Itulah yang dinamai Perjanjian Lama. Perjanjian Lama itu adalah
persiapan bagi pembentukan perjanjian yang lebih luas, yang berkenaan dengan
rencana keselamatan Allah terhadap segenap umat manusia, yaitu Perjanji Baru sebagaimana
dibicarakan dalam pasal bacaan kita Minggu ini. Perjanjian itu diadakan di
dalam Jesus Kristus. Ya, di dalam Jesus Kristus, oleh karya penebusan yang Ia
kerjakan di salib, Allah sudah menerima manusia yang berasal dari segenap
bangsa serta menjadikannya umatNya. Itulah yang disebut Israel Baru, atau
keturunan Abraham secara rohani, sehingga boleh hidup di dalam persekutuan
dengan Dia serta memperoleh berkat dan karuniaNya. Semuanya itu Tuhan kerjakan
hanya oleh anugerahnya, bukan oleh kebaikan manu-sia.
Saudara-saudara!
Hal itu sudah
Tuhan kerjakan bagi kita juga melalui Injil yang disaksikan oleh Roh Kudus.
Sebagaimana kita tahu, pada Senin lalu, 7 Oktober 2013, gereja kita HKBP genap
berusia 152 tahun. Hal itu dihitung dari rapat empat pendeta utusan Rheinische Mission Gessellshaft yang bekerja
di Tanah Batak yang diselenggarakan di Sipirok pada tanggal 7 Oktober 1861, untuk
mengatur pembagian pekerjaan pekabaran Injil di Tanah Batak. Menurut hemat
kita, peristiwa itu sangat penting, karena sejak hari itu dimulailah pekerjaan penginjilan
yang teratur dan terorganisasi rapi di Tanah Batak yang bermuara pada
berdirinya Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP), di mana kita sekarang berada. Itulah sebabnya, tanggal itu ditetapkan
sebagai hari lahirnya HKBP. Di dalam dan melalui gereja itu, karena Injil itu,
sekarang kita sudah menjadi umat perjanjian Tuhan, menjadi bangsa Tuhan, yang
punya hu-bungan persekutuan dengan Dia, untuk memperoleh bagian berkat dan pewaris
di dalam kerajaanNya. Mengenai itu Rasul Petrus, berkata, “Tetapi kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia,
yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib: kamu,
yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umatNya, yang
dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan.” (1
Ptr.2:9-10) Mengingat itu, sudah seharusnya kita bersyukur dan bersukaria pada
Minggu Ulang Tahun ini, serta menghayati dan mengamalkannya sepanjang hidup kita.
Bagaimanakah itu kita lakukan?
Saudara-saudara!
Kepada orang
Israel yang telah Tuhan terima menjadi umat perjanjianNya, dan yang telah
diangkatNya menjadi bangsaNya, Tuhan memberi hukumNya. Hukum-hukum itu dimaksudkan
sebagai panduan di dalam segala konteks kehidupan, baik keagamaan,
kemasyarakatan, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Ketaatan mereka terhadap
hukum itu, justru itulah yang menandakan bahwa mereka sudah menerima dan
memelihara perjanjian Tuhan; yang menandakan bahwa mereka sadar diri selaku
umat Tuhan dan sekaligus pertanda kesetiaan mereka kepada Tuhan. Hukum itu dituliskan
di luar diri mereka. Jelasnya, pada dua buah loh batu. Selanjutnya, Tuhan mengangkat
sekelompok mediator, yakni para imam dan kadang-kadang juga para nabi untuk mengkomunikasikan
hukum-hukum itu agar umat Israel boleh memahami dan memasukkannya ke dalam
hatinya masing-masing sebagai ‘salinan’ kehendak Tuhan yang seharusnya mereka
lakukan, dan juga ‘salinan’ kebencian Tuhan yang seharusnya mereka hindari,
sehingga mereka boleh hidup di dalam kesukaan dan kebahagiaan.
Saudara-saudara!
Sama seperti
itu, kepada kita yang sudah Tuhan terima menjadi teman seperjanjian di dalam
perjanjianNya yang baru yang Ia tetapkan di dalam dan melalui AnakNya Jesus
Kristus, kita warga HKBP yang telah diangkatNya menjadi bangsaNya, menjadi IsraelNya
yang Baru atau keturunan Abraham secara rohani, Tuhan juga mem-berikan hukum.
Namun sebagai ditegaskan dalam firman ini, hukumNya itu tidak dituliskan lagi
ke loh batu, melainkan Ia menaruhnya di dalam batin kita serta menulis-kannya
di hati kita untuk kita taati dan kita lakukan. Ketaatan kita terhadap hukum
itu, justru itulah yang menandakan bahwa kita sudah menyambut dan memelihara
perjanjian Tuhan serta setia kepadaNya.
Saya kira, hal
itu penting kita perhatikan dan kita hayati di dalam kehidupan kita sekarang
ini di tengah-tengah masyarakat dan bangsa kita, Negara Repbulik Indonesia ini.
Tidak berlebih-lebihaan apabila saya katakan, sekarang ini, kita berada di suatu masa yang sulit dan susah,
sebab banyak di antara kita, sejak dari warga biasa hingga para pemimpin yang
tidak peduli lagi terhadap aturan dan hukum. Kita tidak dapat lagi mempercayai
sepenuhnya mereka yang disebut penegak hukum, tidak dapat lagi mempercayakan
penyelesaian persoalan-persoalan hukum yang kita hadapi kepada lembaga-lembaga
yang seyogianya merupakan benteng terakhir bagi pencari-pencari keadilan
seperti Mahkamah Agung ataupun Mahkamah Konstitusi, sebab di antara orang-orang
yang bekerja di sana ada yang sudah dirasuki roh kerakusan yang demi uang
berani menimbuskan kebenaran dengan kelaliman, berani membelokkan hukum serta
menginjak-injak kebenaran. Hati kita sesak, atau meminjam istilah kaum muda
sekarang ini, galau mendengar apabila pada minggu yang lalu Ketua Mahkamah
Konstitusi ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena menerima suap
untuk membelokkan hukum. Yang lebih menyesakkan lagi, kita curiga kalau masalah
itu merupakan fenomena gunung es. Yang ketahuan dan tertangkap hanyalah
orang-orang yang kebetulan ‘bernasib sial,’ karena sesungguhnya lembaga-lembaga
lain juga, baik eksekutif maupun legislatif, kendati tidak kelihatan semuanya
sudah blepotan. Dengan tertangkapnya Akil Mochtar, dinasti apa yang dibangun
oleh Ratu Atut di Propinsi Banten menjadi sedikit terkuak, kecurigaan atas
pemilukada di Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan
dan lain-lain yang selama ini beredar sebagai rumor menjadi semakin beralasan
untuk dipercaya. Sekiranya ada keberanian untuk memeriksa kembali semua itu,
akan menjadi seperti apakah gerangan wajah hukum negara dan bangsa kita
Indonesia ini?
Semuanya itu tidak boleh dibiarkan, melainkan
harus dilawan, dan hukum harus ditegakkan. Dalam kedua hal tersebut, kita orang
Kristen harus berjalan di depan. Ya, harus di depan karena etika yang kita anut
yang bersumber dari firman Tuhan telah mengajarkan kepada kita bahwa di dalam
melakukan sesuatu apapun, kita harus melihat ke dua arah, yakni Tuhan dan
manusia. Hal itu sejalan dengan nasihat Rasul Paulus yang mengatakan, “Jika
engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang
lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Kor,10:31) Ketaatan
terhadap hukum dan perintah Allah yang telah Ia taruh di dalam batin kita serta
Ia tuliskan di hati kita haruslah dicerminkan di dalam ketaatan dan pemenuhan
terhadap aturan dan hukum-hukum kebaikan yang diaturkan di tengah-tengah
masyarakat dan bangsa. Jauhlah kiranya dari kita pengingkaran terhadap
perjanjian Tuhan, sebab perlu kita ketahui, kita tidak kurang disebut sebagai
pengingkar-pengingkar perjanjian Tuhan di dalam pelanggaran-pelanggaran yang
kita lakukan terhadap aturan-aturan atau hukum-hukum kebaikan yang berlaku di
dalam masyarakat dan bangsa. Jangan seorangpun berkata bahwa dia setia kepada
Tuhan kalau masih suka misalnya mengemudi ugal-ugalan, melawan arus atau melanggar
rambu-rambu lalu-lintas. Akan tetapi, bagaimakah kita mampu melakukannya agar
kita terhindar dari pelanggaran dan pengingkaran?
Saudara-saudara!
Telah dikatakan
tadi, Allah menaruh hukumNya di batin kita serta menuliskannya di hati kita.
Bukan itu saja, Ia mencurahkan juga RohNya serta menempatkanNya di hati kita
untuk menguatkan kita melakukan hukum itu. Untuk itu kita diingatkan agar tidak
mendukakan Roh itu, agar Ia tidak undur dari pada kita sehingga kita tidak mampu
lagi melakukan hukum itu, bahkan akan terhapus dari hati kita. Selama Roh Tuhan
masih ada dan berkuasa di dalam kita, dan selama hukum itu masih tertulis di
hati kita, kita akan diberi kesukaan dan kekuatan melakukannya, sehingga status
kita sebagai umat perjanjian dan bangsa Allah tetap hinga kekal,
selama-lamanya.
Akhirnya, Pesta Gotilon yang kita selengarakan pada
hari ini, hendaklah kita pahami juga sebagai pengucapan syukur kita terhadap
perjanjian Tuhan. Dalam perjanjianNya itu, Tuhan bersedia membuka diri terhadap
kita, Ia mau menjadi Allah dan Tuhan kita, dan bersedia menjamin serta
mencukupkan kebutuhan kita, makanan, minuman, pakaian, perumahan dan lain
sebagainya. Pengalaman hidup kita sudah membuktikan, hingga hari ini, Tuhan setia
memenuhi janjiNya itu. Sebab itu, mari teman, mari kita memberikan yang terbaik
kepadaNya sebagai persembahan kita pada pesta panen ini. Amin.
Khotbah Kebaktian Malam di HKBP Menteng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar